DZIKIR PENENTRAM HATI

DZIKIR PENENTRAM HATI
Apakah dzikir itu ? 

Dzikrullah atau mengingat Allah adalah senantiasa menghadirkan kalbu bersama Allah dan
melepaskan diri dari kelalaian, karena bila kita senantiasa mengingat Allah maka Allah akan
senantiasa mengingat kita. Sebagaimana difirmankan dalam Surat Al Baqarah ayat 152 : “Karena itu
ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula kepadamu) dan bersyukurlah kamu kepada-Ku,
dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.

Dengan demikian maka jelaslah bahwa dzikir mempunyai makna yang sangat tinggi. Dzikir
akan membawa manusia ke dalam suasana ibadah yang istiqomah untuk senantiasa mengingat
Allah di dalam hatinya. Dzikir akan menjadikan Allah sangat berperan dalam kehidupan kita menuju
arah kebaikan. Oleh karena itu, amalan dzikir dipandang sebagai amalan yang sangat mulia dalam
agama Islam, mulia di sisi Allah.

Mengapa kita harus berdzikir? 


Sebagian orang akan bertanya-tanya mengapa kita harus berdzikir, bukankah untuk dapat
lulus ujian kita harus belajar giat? untuk mendapatkan rezeki yang banyak kita harus bekerja keras?
Orang yang sukses ada yang menganggap bahwa kesuksesannya adalah karena upaya atau hasil
kerja kerasnya sendiri. Benarkah?. Cukupkah dengan belajar giat dan kerja keras kita langsung bisa
mendapatkan hasil tanpa tanpa ada campur tangan Allah ?


Firman Allah menyatakan : 
 Surat Al A’raf ayat 54 : “Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, Dia bersemayam diatas ‘ arasy. Dia menutupkan malam
kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan
dan bintang-bintang masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. INGATLAH,
MENCIPTAKAN DAN MEMERINTAH HANYALAH HAK ALLAH, Maha Suci Allah Tuhan
Semesta Alam“. 

Dari sini kita akan mengerti bahwa semua Allah yang menentukan maka kita harus ingat Allah
karena Allah yang menciptakan kita, Allah Maha memiliki.

Manfaat apa yang kita dapatkan dengan berdzikir? 


Kadang kita tidak mendapatkan hasil dalam upaya yang kita lakukan akibatnya kekecewaan terjadi,
atau kita merasa gelisah dalam kesusahan atau kita ragu dan takut dalam melangkah, atau seringkali
manusia lupa dan melakukan kedzaliman maka Allah SWT akan mengingatkan dan menguatkan kita,
sebagaimana firman-Nya ,

  • Surat Al Jumu’ah ayat 10 : “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dan INGATLAH Allah banyak-banyak supaya kamu BERUNTUNG.”
  •  Surat An Anfal ayat 45 : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguhlah hati kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (BERANI DAN YAKIN)”.
  • Surat Ar Ra’ad ayat 28 : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
  • Surat Al Ankabut ayat 45 :”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Qur’an dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
  • Surat Ali Imran ayat 135 : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.
  • Surat Ali Imran ayat 190 : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. 



Bagaimana cara berdzikir dan kapan kita harus berdzikir ?


Dalam Surat Al Baqarah ayat 152, Allah SWT menghendaki manusia mengingat-Nya setiap saat
dengan merendahkan diri, dan rasa takut serta tidak mengeraskan suara. Selain itu dianjurkanNya
untuk mengingatNya setelah aman atau tenang, baik diwaktu berdiri, duduk dan berbaring.


  • Surat Ali Imran ayat 191 : “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”



  • Surat Al Ahzab ayat 41 : “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya“.



  • Surat Al Ahzab ayat 42 : “Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang”.

Allah telah menurunkan Al Qur’an sebagai pengingat yang didalamnya terdapat keterangan keterangan (mu’jizat) dan tuntunan untuk mengingatNya. Dan diberitahukan bahkan binatangpun
melakukan zikir kepada Allah dengan caranya masing-masing. Apalagi manusia yang derajatnya
lebih tinggi daripada binatang, tentu lebih mengetahui pentingnya mengingat Allah.

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari hendaknya manusia selalu mengingat ni’mat yang
telah Allah berikan serta kejadian manusia yang berasal dari tiada. Dengan demikian dzikir akan
terus secara sadar dilakukan sebagai upaya untuk mengingatNya setiap saat. Dia menyuruh
hambaNya untuk berzikir sebanyak-banyaknya, berzikir pagi dan petang.

  •  Al A’raf ayat 205 : “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai “.
 Dzikir yang utama ada dalam shalat yang telah diatur waktunya atas orang-orang beriman. Zikir
dilakukan seusai shalat, saat lupa, usai berhaji, saat manusia merasa lemah, saat bertemu dengan
musuh, saat menyembelih hewan.

Apa kehebatan zikir? 

Marilah terlebih dahulu kita renungi apa tujuan hidup kita? Apa yang akan dicapai dengan kehidupan yang serba sesaat ini? Bila tujuan akhir dari kehidupan ini adalah bertemu dengan Yang Maha pencipta, maka mengingatNya pada waktu kita hidup adalah hal yang mutlak. Mengingat Allah sesungguhnya diperlukan oleh manusia. Allah tidak memerlukannya. Namun memang Allah Maha Pengasih dan Penyayang, bila manusia mengingatNya Allah memberikan balasan yang pasti yaitu Allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar, Allah akan memperhatikan. Diperhatikan oleh Yang Maha Pencipta adalah merupakan karunia dan rahmat nur Illahi. Bahkan malaikat Allah pun memohonkan ampunan untuk yang mengingatNya.

Surat Al Ahzab ayat 43 : “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikatNya
(memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”.

Bila dalam mengingat Allah tersebut hanyalah rahmat yang diharapkan, maka manusia akan
dapat meneladani Rasullullah, manusia pilihan Allah. Dan bagi manusia yang mengingat Allah
dengan takut melalui ayat-ayat Al Qur’an, maka akan tenang dan tenteram pula hati serta getaran itu
akan menyebabkan kulit manusia menjadi halus.

Ungkapan ini dapat pula diartikan bahwa dengan mengingat Allah, maka ketenangan akan
menyebabkan kulit bersinar dan hati menjadi khusuk. Selain itu dengan mengingat Allah dipastikan
bahwa manusia mendapat kebaikan, menjauhi kejelekan, cepat sadar terhadap perbuatan salah,
selalu waspada terhadap godaan setan, menjadi tumpuan atau sandaran atau tempat bertanya bagi
manusia lain, cerdas dan dapat dengan lebih mudah memahami Al Qur’an.


Mengapa manusia tidak berzikir? 

Allah yang mengilhamkan kefasikan dan ketakwaan, namun manusia berhak menentukan
kefasikan atau ketakwaannya. Jadi diantara manusia ada yang sulit untuk mengingat Allah. Ada yang
bila mendengar nama Allah disebut maka ia menjadi kesal, tidak mau mengingat Allah, sombong
terhadap Allah dan melihat kebesaran Allah namun menyamakannya dengan sihir. Selain itu
manusia yang demikian seringkali keras hati dan tidak mau mengakui pengajaran Allah melalui Al
Qur’an. Sebagaimana ayat-ayat Allah berikut :

  • Surat Az Zumar ayat 45 : “Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat ; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati”.

  • Surat As Saff’at ayat 13 - 15 : “Dan apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya. Dan apabila mereka melihat sesuatu tanda kebesaran lain hanyalah sihir yang nyata. Dan mereka berkata : “Ini tiada lain hanyalah sihir yang nyata”.
  • Surat Az Zumar ayat 22 : “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”.
  • Surat Az Zukruf ayat 36 : “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”.
Rasullullah juga memberikan tanda perbedaan antara orang yang biasa berzikir dengan yang
tidak berzikir dengan sabdanya : ” Perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya dan orang yang
tidak mengingatNya, bagaikan orang yang hidup dan orang yang mati (Shahih Bukhori, Hadits No.
5928). Ungkapan tersebut berarti hati kaum muslimin harus senantiasa berzikir (mengingat Allah),
sebab jika tidak digunakan untuk berzikir kepadaNya, niscaya setanlah yang akan menempati ruang
hati manusia itu”.

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Asy Syams ayat 8 : “Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. Itulah dua jalan yang diberikan Allah kepada
manusia untuk lebih memilih jalan kefasikan (jalan setan) ataukah jalan ketakwaan (jalan Allah),
untuk itu pilihan diserahkan kepada manusia. Hanya saja Allah sesungguhnya telah memberikan
tawaran yang terbaik yaitu agar manusia memilih jalan ketakwaan alias jalan Allah yakni dengan
mengingatkan manusia sesuai firmanNya : ”Dan sesungguhNya beruntunglah orang-orang yang
mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Asy Syams : 9 -10).

Kesimpulan :

1. Dzikir adalah mengingat Allah dengan senantiasa menghadirkan kalbu bersama Allah dan melepaskan diri dari kelalaian.2. Dzikir adalah ibadah yang mulia di sisi Allah yang dapat menentramkan.
3. Sholat adalah bentuk dzikir yang paling utama, selain itu dapat juga dilakukan membaca
bacaan Al Qur’an, tahmid, tahlil, takbir.
4. Jernihkan pandangan dengan air mata, cerahkan wajah dengan berwudhu, fasihkan lisan
dengan berdzikir dan raih ampunanNya lewat taubatan nasuha.

Lebih kurangnya mohon dimaafkan,
Wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum wr.wb.

JALAN MENUJU ALLAH, KONSEP TASAWUF

JALAN MENUJU ALLAH, KONSEP TASAWUF
1. Tujuan Hidup dan Tugas Manusia serta Permusuhan Syaithan
Tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, Sang Maha Pencipta sebagaimana difirmankan Allah dalam Al- Qur'an Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 yang berbunyi "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" dan Surat Al-Baqarah ayat 21 yang mengatakan "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa". Beribadah berarti melaksanakan segala sesuatu (yang baik) dengan semata mengharap ridla Allah. Bertaqwa artinya menjalankan segala yang diperintahkan olehNya dan meninggalkan segala yang dilarang olehNya.
Selain itu, manusia diberi kepercayaan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi. Tugas kekhalifahan ini terpatri dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'..." Kepemimpinan itu dimulai dengan memimpin diri (hawa nafsu)nya sendiri, keluarga, dan kemudian berkembang ke memimpin lingkungan yang lebih luas.
Kepercayaan Allah terhadap manusia ini diprotes oleh baik malaikat maupun iblis, dengan alasan yang berbeda. Malaikat protes karena melihat manusia suka saling berbunuhan; sedangkan, iblis protes karena merasa dirinya yang dibuat dari api itu lebih tinggi derajatnya dari pada manusia yang dibuat dari tanah. Setelah Allah menjelaskan, malaikat mengikuti perintah Allah dan mengakui kekhalifahan manusia, tetapi iblis tetap membangkang. Hal ini terlihat dari dialog antara Allah dengan malaikat dan iblis yang terdapat dalam Al-Qur'an.
"...... Mereka (malaikat) berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah: 30).
"Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: 'Sujudlah kamu semua kepada Adam', lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata: 'Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?'". (Q.S. Al- Israa': 61).
Sedangkan syaithanpun tetap bersikukuh untuk ingkar terhadap perintah Allah ini meskipun diancam dengan Neraka Jahannam. Akan tetapi syaithan minta 'privilege' kepada Allah SWT untuk dapat hidup terus hingga Hari Qiamat dan diberi ijin untuk membujuk manusia mengikuti jalan sesatnya. Allah mengijinkan permintaan ini. Peristiwa ini diceritakan dalam Al-Qur'an Surat Al- Israa' ayat:62-65:
"Dia (iblis) berkata: 'Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar- benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil'."
"Tuhan berfirman: 'pergilah, barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup."
"Dan hasunglah (bawalah) siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh Syaithan kepada mereka melainkan tipuan belaka."
"Sesungguhnya hamba-hamba Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga".
Maka syaithanpun bersumpah akan menyesatkan manusia dengan cara apapun dan dari jalan manapun. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Quran Surat An-Nisaa'ayat 118-119 yang berbunyi: "... dan syaithan itu mengatakan: 'Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya), dan saya akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan- angan kosong mereka, ..." dan Surat Al-A'raaf ayat 16-17 yang berbunyi: "Iblis menjawab: 'Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at)."

2. Sasaran Strategis Syaithan adalah Hati (Qalb)

Hati merupakan inti dari manusia. Hatilah, dan bukan akal, yang menggerakkan seluruh anggota badan. Hati pulalah yang menghubungkan manusia dengan Khaliknya, Allah SWT. Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Az-Zumar 17-18: "Bahwa Allah itu tidak melihat kepada rupamu, akan tetapi melihat kepada bathinmu." Rasulullah SAW bersabda: "Bahwa dalam badan anak Adam itu ada segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, baiklah seluruh badan anak Adam itu. Apabila gumpalan darah itu rusak, rusaklah seluruh badan anak Adam itu. Perhatikanlah, bahwa yang dimaksud itu adalah hati."
Peranan hati itu demikian penting karena didalamnya Allah Ta'ala menaruh Nur yang bersifat Al-Latifah (Kelembutan), Ar- Rabbaniyah (Ketuhanan), dan Ar-Rohaniyah (Kerohanian). Dengan Nur itulah manusia dapat memperoleh ma'rifat. Apabila manusia menyelam ke dalam dirinya dan terus menerus kembali kepada hatinya, terpancarlah baginya mata air ilmu yang disebut "Ilmu Laduniah". Al-Bazari berkata: "Dalam hati itu terdapat sifat 'Al- Latifah', 'Ar-Rabbaniyah', dan 'Ar-Rohaniyah' yang bersangkutan dengan tubuh manusia. Itulah hakikat insan dan itulah yang dapat mencapai arif, tempat Nur yang ditaruh Tuhan padanya." Sedangkan Abdul Qadir Al-Jaelani berucap: "Hati itu tempat ilmu hakikat karena 'latifatur Rabbaniyyah' yang mengatur bagi sekalian anggota badan. Hati itu alat penembus hakikat..."
Sadar sesadar-sadarnya akan pentingnya peranan hati ini dalam diri manusia, syaithanpun menyerang manusia dari sasaran strategis ini, hati. Syaitan menutupi hati manusia agar hati tersebut tidak dapat menerima Nur Illahi. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Jikalau tidak bahwa syaithan-syaithan itu menutupi hati anak Adam, sungguh orang-orang yang mu'min itu melihat kepada langit malakut dan buminya." Syaithan menutup hati manusia itu dengan mengembangkan 'nafsul-ammarah bissu' (nafsu yang membawa kejahatan) yang memang sudah ada pada diri manusia. Hawa- nafsu itu mendorong pada tindak kejahatan dan pemenuhan kesenangan pribadi dan syahwat nalurinya. Para guru Tasawwuf mengatakan bahwa syaithan memasuki hati dalam badan manusia melalui sembilan lubang ya'ni kedua mata, kedua lubang telinga, kedua lubang hidung, lubang mulut, dan kedua lubang kemaluan.
Hati manusiapun menjadi buta. Abdul Qadir Al-Jaelani mengatakan bahwa penyebab yang membutakan hati itu adalah diantaranya jahil atau tidak sefaham tentang hakikat perintah Tuhan. Manusia menjadi jahil apabila jiwanya sudah dikuasai oleh sifat jiwa zalim, yang ditanamkan oleh syaithan lewat hawa nafsu manusia, seperti: syirik, zinna, takabur, irihati, dengki, kikir, melihat diri lebih utama, suka membuka rahasia orang lain, suka membawa berita adu domba, bohong, dusta, dan semacamnya yang dapat menjatuhkan manusia ke dalam lembah kehancuran dan kehinaan.
Butanya hati adalah sesungguh-sungguhnya buta manusia. Demikian Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Haj ayat 46 berbunyi: "... Karena sesungguhnya yang disebut buta itu bukanlah buta matanya, melainkan buta hatinya yang letaknya di dalam dada." Sifat jiwa yang zalim yang menyebabkan butanya hati tersebut adalah suatu penyakit yang apabila tidak segera diobati akan berakselerasi atau beranak-pinak. Hal ini ditandaskan oleh Allah SWT dalam FirmanNya di dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 9: "Dalam hati orang-orang kafir itu ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit itu, dan bagi mereka siksa yang pedih, karena mereka berdusta" dan Surat At-Taubah ayat 125: "Dan adapun bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit, maka bertambah kotorlah di atas kotorannya serta mereka meninggal dunia dalam keadaan kafir."
Demikian berbahayanya penyakit hati yang dihembuskan syaithan lewat hawa nafsu manusia ini sehingga Rasulullah SAW menyatakan jihad akbar melawan hawa nafsu ini. Hal ini dapat dilihat dari sabda-sabda beliau seperti: "Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang untuk dirinya dan hawa nafsunya" (Bukhari dan Muslim), "Musuhmu yang paling berbahaya adalah nafsumu yang terletak diantara lambungmu", dan "Kami kembali dari jihad kecil ke jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu" (yang diucapkan sekembalinya dari Perang Badr yang akbar itu). Berjuang melawan musuh yang dzahir ada kesudahannya tetapi berjuang melawan syaithan dan hawa nafsu tidak ada habis-habisnya dan tidak berkesudahan hingga akhir hayat atau hari qiamat.
3. Dzikir Membersihkan Hati
Membersihkan hati dan menolak kehendak hawa nafsu yang keji itu fardlu 'ain hukumnya. Akan tetapi, membersihkan hati itu sangat sukar karena penyakit hati (illat-illat) itu tidak terlihat oleh mata tetapi dapat ditangkap dengan hati. Untuk menandingi illat-illat tersebut harus ada Nur yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera tetapi tertangkap oleh hati. Dengan Nur tersebut keluarlah manusia dari gelap gulita ke terang benderang dengan izin Tuhannya.
Cara kaum Sufi membuang penyakit hati tersebut adalah dengan riyadhah dan latihan-latihan yang antara lain meliputi bertaubat, membersihkan Tauhid, taqarrub kepada Allah, mengikuti Sunnah Nabi, memperbanyak ibadah, qiyamul lail, tidak memakan/meminum makanan/minuman yang haram, tidak menghadiri tempat yang menambah nyala api hawa nafsu, tidak melihat pemandangan yang haram, dan menahan diri dari ajakan syahwat. Riyadhah dan latihan khusus kaum Sufi untuk membersihkan hati adalah dengan DZIKRULLAH, berdzikir dengan menyebut nama Allah. Hal ini dilandaskan pada Firman-firman Allah SWT dalam Al-Qur'an seperti: "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu; dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni'mat)- Ku." (Al-Baqarah 152), "Wahai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak- banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang", "Adapun orang laki-laki yang banyak berdzikrullah, demikian juga orang-orang wanita, disedikan Allah baginya ampunan dan pahala yang besar" (Al-Ahzab 35), dan "(yaitu) orang-orang yang beriman dan dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikrullah. Ingatlah hanya dengan dzikrullah hati menjadi tenang" (Ar-Ra'd 28). Landasan lain yang digunakan kaum Sufi adalah sabda-sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: "Bahwasanya hati itu itu kotor seperti besi yang berkarat dan pembersihnya adalah Dzikrullah", "Bagi setiap sesuatu ada alat pembersihnya, dan alat pembersih hati adalah "DZIKRULLAH", dan "Jauhkanlah Syaithanmu itu dengan ucapan 'LAA ILAAHA ILLALLAH, MUHAMMADUR RASULULLAH', karena syaithan itu kesakitan dengan ucapan kalimat tersebut, sebagaimana kesakitan unta salah seorang kamu sebab banyaknya penunggang dan banjirnya muatan diatasnya", "Dzikir kepada Allah SWT, jadi benteng dari godaan syaithan", dan "Allah berfirman 'LAA ILAAHA ILLALLAH adalah bentengKu. Barang siapa mengucapkannya, masuklah ia kedalam bentengKu. Dan barang siapa masuk ke dalam bentengku, maka amanlah ia daripada azabKu. (Hadist Qudsi)."
Pengertian umum dzikir adalah mengingat Allah; dengan demikian, setiap ibadah (baik yang fardlu maupun sunnat) seperti sholat, zakat, puasa, haji, baca Qur'an, da'wah, belajar, berusaha, dll yang dilakukan semata atas nama Allah atau dengan mengingat Allah adalah dzikir. Akan tetapi disamping melaksanakan hal-hal tersebut, kaum Sufi melaksanakan Thariqat-dzikir secara khusus yang merupakan cara pembersihan ruh pada sisi Allah (hati) secara Sufi, yaitu dengan menyebut LAILAA HA ILLALLAH atau ALLAH baik sendiri-sendiri maupun berjamaah dengan "cara tertentu."
Penulis tidak dapat menyampaikan metode Dzikrullah tersebut oleh karena hanya Guru Sufi yang mursyid dan murid-muridnya yang telah diberi "ijazah"lah yang berwenang mengajarkan metode Tha- riqat-dzikir tersebut. Yang dapat penulis sampaikan adalah bahwa para guru Sufi mengajar murid-muridnya mula-mula berdzikir dengan lidah (dzikir zahar, dzikir dengan suara keras), kemudian meningkat secara teratur kedzikir hati (dzikir khofi, dzikir yang tidak bersuara karena didalam hati) yang awalnya disengajakan kemudian menjadi kebiasaan, lantas meningkat lagi ke dzikir Sirri (dzikir di dalam hatinya hati). Hamba Allah yang sudah mampu berdzikir sirri ini tidak akan pernah terputus dzikirnya meskipun ia terlupa berdzikir. Sementara itu, sang guru pun membantu muridnya yang sedang dalam keadaan salik untuk menundukkan dan mengalahkan hawa nafsunya.
Ulama-ulama Sufi berkata: "Apabila murid-murid mengucapkan dzikir LAA ILAAHA ILLALLAH dengan memusatkan perhatiannya secara bulat kepadaNya, maka terbuka segala tingkat ajaran Thariqat dengan cepat, yang kadang-kadang terasa dalam tempo satu jam, yang tidak dapat dihasilkan dengan ucapan kalimat lain dalam tempo satu bulan atau lebih.
Dengan berdzikir yang dilakukan secara khussu' dengan bimbingan Guru Sufi yang mursyid, murid dapat membersihkan cermin hatinya dari sifat-sifat yang rendah secara dikit demi sedikit. Dalam masa itu, menyesallah sang murid atas dosa-dosa yang dilakukannya sehingga ia mencucurkan air mata dan berkehendak memperbaiki tingkah lakunya. Ia tidak rela untuk berada lagi dalam kelupaan dan kemaksiatan dengan mengikuti hawa nafsunya. Ia bertobat dan minta ampun dan mengikuti petunjuk Tuhannya. Maka cermin hatinyapun mulai dapat menerima dan memancarkan Nur Illahi yang kemudian merasuk keseluruh tubuhnya dan mempengaruhi segala ucapan, tingkah laku, dan perbuatannya dengan segala keutamaan.

4. Hikmah Lanjut dari Dzikir: Qurb, Tenang, Fana, dan Ma'rifat

Kaum Sufi melaksanakan dzikir dengan begitu asyik dan khusyu'nya karena merasakan keni'matan, kelezatan dan kemanisan. Dengan berdzikir, mereka merasa begitu dekat dengan Tuhannya (qurb), merasa tenang jiwanya, merasakan tidak ada sesuatupun bahkan dirinya kecuali Allah (fana), dan memperoleh ilmu pengetahuan yang hakiki (ma'rifat). Abu Sa'id Al-Harraz r.a. berkata: "Apabila Allah Ta'ala hendak mengangkat seorang hambanya menjadi Wali dari hamba-hambanya yang lain, ia membuka kepadanya pintu dzikir, maka apabila ia merasa lezat berzikir, dibuka kepadanya 'babul qurb', kemudian diangkatnya ke Majlisul Uns (tenang bathin), kemudian ditempatkan dia di atas kursi Tauhid, kemudian diangkat daripadanya hijab (penutup) dan lalu dimasukkan dia ke dalam 'darul fardaniyyah', dan dibukakanlah kepadanya 'Hijabul jalali wal'uzmati'. Apabila sampai pada 'jalali wal'uzmati', ia merasa tak ada lagi yang lain, hanya Huwa (Dia) Allah, maka takala itu seorang hamba berada dalam masa fana."
Adapun kejauhan dan kedekatan seorang hamba dari Tuhannya bukanlah berarti kejauhan atau kedekatan tempat dan waktu, tetapi sesungguhnya kejauhan atau kedekatan itu semata-mata karena lupa atau ingat hati terhadap Allah.
Kejauhan itu lupa hati.
Kedekatan itu ingat hati.
Kejauhan itu hijab (tertutup).
Kedekatan itu kasyaf (terbuka).
Hijab itu gelap, Kasyaf itu Nur.
Gelap itu jahil, Nur itu Ma'rifat.
Rasulullah SAW bersabda: "Firman Allah Ta'ala, aku ini sebagaimana yang disangka oleh hambaku, Aku bersama dia apabila ia ingat kepadaKu, apabila ia mengingatKu dalam dirinya, Akupun ingat padanya dalam diriKu, dan apabila ia mengingatKu dalam ruang yang luas, aku pun ingat padanya dalam ruang yang lebih baik." (Hadis Qudtsi diriwayatkan oleh Bukhari). "Guru Sufi berkata: "Hatimu sekarang bersama Tuhanmu dan Tuhanmu bersama engkau, tidak jauh dari engkau, Ia mendekatkan engkau kepadaNya, dan mengenalkan engkau denganNya."
Orang yang menjalankan Thariqat-dzikir secara sungguh- sungguh tidak mempunyai rasa khawatir dalam menjalani hidup, tidak waswas dalam menjalankan sesuatu kebenaran, dan tidak berprasangka buruk terhadap orang lain. Hati mereka tenang, jiwa mereka tenteram. Firman Allah SWT: "... (yaitu) orang-orang yang beriman dan dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikrullah. Ingatlah hanya dengan dzikrullah hati menjadi tenang" (Ar-Ra'd 28). Dengan menjalankan Thariqat-dzikir dan latihan-latihan Thariqat, kaum Sufi merasakan kelezatan ibadah, merasakan makna- makna Qur'an yang mulia, dan Sunnah yang suci, yang belum tentu dapat dirasakan oleh orang-orang lainnya.
Sampai di tingkat tertentu orang yang ber-thariqat-dzikir merasakan seluruh alam dan dirinya hancur lebur masuk ke dalam Allah SWT. Pada saat ini orang tersebut berada dalam tingkat yang fana. Firman allah dalam Al-Qur'an Surat Ar-Rahman ayat 26-27: "Semua yang ada akan fana binasa, yang kekal adalah Tuhan sendiri yang Besar dan Maha Mulia."
Dzikrullah itu dapat mengangkat seorang hamba yang mu'min dari bumi syahwat ke langit ma'rifat. Rasulullah SAW bersabda "Tidak ada seorangpun yang berkata Laa Ilaaha Illallah secara ikhlas dalam hatinya, kecuali Tuhan membukakan pintu langit sehingga ia bisa meninjau arasy." Guru Sufi mengatakan: "dalam asma yang tertinggi, orang dapat meningkat ke langit (mencapai martabat yang tinggi)." Dalam tingkat ma'rifat ini hamba Allah dapat melihat segala yang ajaib dan yang aneh-aneh dan segala rahasia yang besar dan kaifiat yang agung serta hakikat. Imam Ghazali berkata: "Ma'rifat itu berada di atas semua jalan dan wasilah yang penting dan besar. Yang demikian itu adalah wasilah "Al-Kasyafful al-Bathini' atau 'Wasilatul Ilham ar-Ruhi', yang membawa manusia kepada sifat-sifat yang baik, dan membersihkan hati serta menjauhkan diri dari cara berpikir orang-orang materialis."

5. Syariat, Thariqat, dan Hakikat

Penulis menangkap ada suatu kesan bahwa bila orang sudah pada tingkat hakikat maka tidak perlu lagi dia mempedulikan syari'at. Lebih jauh lagi bahkan ada yang mempertentangkan syariat dengan hakikat, syari'at menyalahkan hakikat dan hakikat meremehkan syari'at. Pandangan ini penulis kira tidaklah benar.
Dalam Tasawwuf, hubungan antara syari'at, thariqat, dan hakikat itu sangat erat, satu kesatuan yang bisa dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan apalgi dipertentangkan. Thariqat atau jalan menuju Allah itu meliputi pekerjaan dzahir dan bathin. Pekerjaan dzahir disebut syari'at dan pekerjaan bathin disebut hakikat. Syari'at itu mempersembahkan ibadat kepada Tuhan dan hakikat itu memperoleh musyahadah dari padaNya.
Syari'at terikat dengan hakikat, dan sebaliknya hakikat terikat dengan Syari'at. Tiap-tiap pekerjaan syari'at yang tidak dikuatkan dengan hakikat tidak diterima dan tiap-tiap hakikat yang tidak dibuktikan dengan syari'at pun tidak diterima pula. Imam Al-Ghazali berkata: "Barang siapa mengambil syari'at saja tetapi tidak mau tahu tentang Hakikat, orang itu fasik. Barang siapa mengambil hakikat saja tetapi tidak melakukan syari'at maka dia itu adalah kafir zindiq. Sedangkan yang melakukan syari'at dan mengamalkan tasawwuf, inilah orang yang dinamakan ahli hakikat yang sesungguhnya." Riyadhah dan latihan-latihan tharikat tidak akan berfaedah dan tidak akan mendekatkan dirimu kepada Allah SWT selama perbuatanmu tidak sesuai dengan syari'at dan sejalan dengan Sunnah Rasul.
Hubungan syari'at-thariqat-hakikat bisa dianggap analog dengan islam-iman-ikhsan. Apabila Seorang hamba Allah hanya sibuk dengan ibadah secara dzahir maka ia berada dalam maqam islam atau maqam syari'at. Apabila amal ibadah itu disertai dengan hati yang bersih dan ikhlas serta bebas dari kejahatan maka orang itu berada pada maqam iman atau maqam tharikat. Apabila manusia itu beribadat semata karena Allah, seakan-akan ia melihat Allah dan ia yakin Allah melihatnya maka hamba Allah itu berada dalam maqam ikhsan atau maqam hakikat.

6. Tasawwuf dan Dunia

Anggapan umum tentang Tasawwuf adalah bahwa tasawwuf itu anti dunia dan mereka meninggalkan segala hal yang berbau dunia. Anggapan ini tidak seluruhnya benar. Kaum Sufi menjauhi sesuatu, termasuk dunia, yang menghalangi mereka berjalan menuju Allah. Sikap zuhud ini mereka pegang berdasarkan Firman Allah dalam Al- Qur'an Surat Al-Munafiquun ayat 8 yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
Akan tetapi apabila sesuatu, termasuk dunia, itu memperkuat ibadah mereka terhadap Allah, apalagi itu perintah Allah dan Rasulnya, merekapun akan mengambilnya. Sikap inipun dilandaskan pada Al-Quran dan Hadis seperti: "Kejarlah apa yang diberikan Tuhan untuk akhirat, tetapi janganlah engkau lupa akan nasibmu di dunia. Berbuat baiklah sebagaimana Tuhan berbuat baik kepadamu, janganlah bercita-cita berbuat di atas muka bumi ini karena Allah tidak menyukai mereka yang berbuat kerusakan" (Q.S Al-Qosas 77), "Makan dan minumlah kamu dari rezki yang dikaruniakan Allah, dan janganlah kamu berlomba-lomba berbuat kerusakan di atas bumi ini" (Q.S. Al-Baqarah 60), dan sabda Nabi Muhammada SAW: "Bukanlah orang baik jika engkau tinggalkan dunia untuk akhirat atau sebaliknya meninggalkan akhirat untuk dunia. Hendaklah mencapai kedua-duanya karena dunia itu jalan ke akhirat dan jangan kamu bergantung kepada manusia" (Riwayat Ibn As-sakir).
Bahkan Ulama-ulama Sufi dari Thariqat-thariqat Syaziliyyah, Naqsyabandiyyah, dan Qadariyyah menganjurkan murid-muridnya untuk memakan makanan yang enak-enak, memakai pakaian yang bagus-bagus, tidur diatas kasur yang empuk, memiliki harta benda, dan sebagainya asal semuanya itu dapat mendekatkan muridnya kepada Allah. Ulama-ulama tasawwuf itu berkata: "Tidak mengapa mengikuti syahwat yang diperkenankan untuk diri kita, apabila ternyata dapat menguatkan ibadat seperti: tidak mengapa memakai pakaian yang bagus untuk melahirkan nikmat Tuhan. Tidak mengapa makan dan minum yang lezat-lezat untuk kepentingan kesehatan anggota badan bersyukur dan menjadi kuat panca indera." Ahli ma'rifat Syazili mengatakan "Makan dan minumlah kamu dari makanan yang baik-baik, minumlah minuman yang sedap, tidurlah di atas tempat tidur yang empuk, berpakaianlah dengan pakaian yang halus, dan perbanyaklah dzikir kepada Tuhanmu." Syeikh Bahauddin Naqsyabandi berkata: "Tiapa macam makanan harus baik dan beribadatpun harus baik pula". Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani berkata: "Harta benda itu adalah khadammu dan engkau khadam Allah. Maka hidupmu didunia ini harus menjadi manusia tauladan dan hidupmu di akhirat kelak menjadi orang yang mulia."

7. Penutup
Tasawuf itu bukanlah ilmu atau amal yang dapat dibahas secara ilmiah atau filsafati karena tasawuf hanya dapat ditangkap oleh hati, dan bukan oleh akal yang mempunyai keterbatasan. Rahasia Tasawuf tidak dapat dinikmati dengan hanya mempelajari buku-buku atau mendengarkan ceramah-ceramah karena buku-buku dan ceramah- ceramah tersebut tidak dapat mengekspresikan peristiwa bathiniyyah yang terjadi dalam dunia tasawwuf secara sempurna dan akurat yang disebabkan oleh keterbatasan bahasa manusia. Hikmah tasawwuf ini hanya dapat dirasakan dengan melakukan rhiyadhah dan latihan-latihan thariqat dengan tekun dan khussyu' di bawah bimbingan Guru Sufi yang Mursyid.
Karena kendala-kendala diatas dan, yang lebih penting lagi, karena keawaman penulis dalam bidang Tasawuf maka tulisan ini jauh dari sempurna. Bila ada kebenaran maka kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, bila ada kesalahan maka kekeliruan itu sepenuhnya karena kekhilafan penulis. Untuk itu, penulis mohon ampun dan petunjuk dari Allah SWT serta mohon ma'af dan koreksi dari Akhi dan Ukhti sekalian.